LOMBOK TIMUR | FMI.COM – Rektor Universitas Gunung Rinjani (UGR) Lombok, Dr. H. Moh. Ali bin Dachlan dalam tulisan “Pengajian Jum’at” mengatakan, karena berbagai alasan, ada beberapa kasus dalam hubungan suami istri, kedudukan suami lebih rendah dari kedudukan isterinya.
“Si suami mendapat pekerjaan karena potensi yang dimiliki isterinya atau suami tidak punya rumah, lalu numpang di rumah isterinya. Apakah suami seperti itu masih disebut suami?,” tulis Ali BD
Dalam kasus seperti ini, jelas dia, suami seperti itu sebenarnya mendekati istilah ”pembantu rumah tangga” atau dalam bahasa kerennya disebut “assisten rumah tangga” atau house maid saja. Tetapi belum ada istilah untuk ganti panggilan suami pada kasus seperti itu.
Hanya dalam pandangan Islam, kata Politisi Senior ini, laki-laki atau suami harus lebih kuat dibanding istrinya, karena laki laki adalah pemimpin bagi perempuan. Laki-laki harus lebih kuat secara fisik, secara ekonomi dan lain sebagainya.
Bahkan dalam bahasa adat Sasak, ungkapnya, jika suami ikut istrinya disebut ”nurut nina” dan dipandang lebih rendah dari suami yang lain.
Seorang Budayawan Arsendo dalam karya novel ”Sudesi”,(sukses dengan satu isteri), maka perempuan kuat yang menguasai suaminya itu mungkin akan tulis sebuah novel, ”Sukses dengan satu suami atau suamiku pembantuku”. Mari direnungkan.***
Pengajian Jum’at Ali BD: Suami Tergantung Istri

