banner 728x250

Aliansi Rinjani Bergerak Tolak Pembangunan Kereta Gantung di Kawasan Hutan Rinjani

  • Share

MATARAM | FMI.COM – Wahana Pencinta Alam (Wanapala), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dan Sahabat Hijau Nusa Tenggara Barat (NTB) yang tergabung dalam Aliansi Rinjani Bergerak dengan tegas mendukung penetapan kawasan rinjani sebagai destinasi pariwisata, serta menolak pembangunan kereta gantung di kawasan tersebut.

Bahkan penolakan pembangunan kereta gantung tersebut dengan terang-terangan disampaikan pada acara pengumuman pembukaan destinasi wisata alam taman nasional Gunung Rinjani, di UPTD Taman Budaya Provinsi NTB, Sabtu 19 Maret 2023.

Direktur Walhi NTB, Amry Nuryadin melalui keterangan tertulisnya mengatakan, perencanaan pembangunan kereta gantung di kawasan hutan akan berdampak penting pada lingkungan hidup serta keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya.

“Sudah pasti, pembangunannya nanti akan menggunakan teknologi tinggi yang diperkirakan penerapannya mempunyai potensi besar untuk mempengaruhi lingkungan hidup,” tukasnya

Menurutnya, banyak aspek yang harus dikaji terlebih dahulu termasuk pula kajian Detail Enginering Design (DED) dan Feasibility Studies (FS) sebagai bagian terpenting dalam Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) pembangunan tersebut, sesuai pasal 22 dan pasal 23 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

“UU itu ditegaskan kembali dalam pasal 3 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup RI Nomor 04 Tahun 2021 tentang daftar usaha dan atau kegiatan yang wajib memiliki AMDAL, upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup atau surat penyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup,” ungkapnya

Selain itu, tegas dia, diatur pula pada pasal 19 dan pasal 24 dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan. “Regulasi ini sangat jelas mengatur terkait pengelolaan hutan dengan aktifitas yang akan merubah bentang alam dan fungsi hutan harus melalui kajian terpadu dan mendalam, serta pemanfaatan kawasan hutan dapat dilakukan pada semua kawasan hutan kecuali pada hutan cagar alam serta zona inti dan zona rimba pada taman nasional,” tukasnya

Demikian pula dalam pasal 91 ayat 1 dan ayat 2 Peraturan Pemerintah RI Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan.

Dalam Peraturan Pemerintah ini, kata dia dijelaskan bahwa penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan untuk kegiatan yang mempunyai tujuan strategis yang tidak dapat dilakkan dan ditentukan pula penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan selain kegiatan kehutanan tidak termasuk pembangunan seperti Kereta Gantung dengan orientasi investasi pariwisata seperti rencana Pemerintah NTB untuk digunakan oleh koorporasi “Indonesia Lombok Resort” yang akan membangung Kereta Gantung dan Resort serta infrastrukturnya di sebagian besar kawasan hutan Rinjani.


“Dengan demikian dalam melakukan pembangunan dalam kawasan hutan sudah tentu mensyaratkan kehati-hatian karena pembangunan akan mengalihfungsikan hutan, merubah bentang alam dan memiliki daya rusak terhadap ekologi dan keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya, sehingga perhatian dan kajian regulatif harus dilakukan secara mendalam dan komprehensif,” ujarnya

Klaim pemerintah NTB yang menjelaskan pembangunan kereta gantung di kawasan hutan gunung rinjani tidak merusak lingkungan adalah hal yang mengada-ada, karena dari ungkapkan pemerintah yaitu pembangunan kereta gantung beserta infrastrukturnya akan dilakukan di dalam areal perizinan seluas 500 Hektare tentunya akan menggunakan setidaknya 10 persen sampai 30 persen pembangunan.

Karena itu, menurutnya, akan ada 50 hektare sampai 150 hektare areal untuk pembangunan kereta gantung, baik itu pondasi maupun infrastrukturnya, sehingga jika dirata-ratakan dalam 1 hektare terdapat minimal 400 pohon dengan jarak tanam ±4 meter. Maka akan ada sekitar 2000 sampai 6000 pohon yang akan ditebang demi areal pembangunan kereta gantung.

Dengan demikian, lanjut dia, apabila dikatakan tidak merusak hutan adalah hal yang mengakali publik secara luas di NTB. Maka pemerintah harus tegas kepada pengusaha dengan mewajibkan adanya bentuk “jaminan kesungguhan” pengusaha terkait dalam pengelolaan kawasan hutan rinjani yang akan dialih fungsikan dari fungsi sejatinya kawasan hutan yakni untuk paru-paru kehidupan, kesejahteraan publik dan perlindungan keanekaragaman hayati di dalamnya.

Sehingga dengan demikian, ground breaking pembangunan kereta gantung pada Desember 2022 di hutan gunung rinjani telah merusak tatanan perizinan dalam penyelenggaraan kegiatan di dalam kawasan hutan dan akan menjadi cerminan buruk investasi di NTB secara umum karena dilakukan tanpa adanya kajian dan perizinan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

“Hingga hari ini, tidak ada sosialisasi ataupun penjelasan ke publik oleh pemerintah NTB ataupun pengusaha terkait, tentang perizinan dan kajian terhadap pembangunan kereta gantung di kawasan hutan rinjani, terlebih lagi kawasan rinjani telah di tetapkan sebagai geopark internasional oleh UNESCO pada tahun 2018,” pungkasnya

Pada tanggal 13 Desember Tahun 2020 lalu, ujarnya, Gubernur NTB dalam sambutannya menyampaikan agar semua pihak bersama-sama merawat dan menjaga kelestarian Rinjani, mari perlakukan Rinjani layaknya makhluk hidup. “Ketika kita memaknai bahwa Rinjani adalah sesuatu yang hidup, akan ada kesadaran bahwa dia akan lahir, dia akan tumbuh, dia akan sakit, dan ketika dia sakit harus dirawat dan kalau tidak hati-hati dia akan mati,” pesan Gubernur NTB Dr. Zulkieflimansyah.

Pernyataan itu disampaikan dalam kegiatan sosialisasi kebijakan pemulihan ekosistem di tingkat tapak (Piagam Rinjani) serta dalam rangka mendukung pelaksanaan Festival Geopark Rinjani Tahun 2020 Balai TNGR, yang berlangsung di Ulem-ulem, Desa Tetebatu, Kecamatan Sikur, Kabupaten Lombok Timur.

Menurut Amry, pernyataan itu adalah kesadaran maksimal yang diungkapkan Gubernur NTB untuk kelestarian lingkungan hidup di kawasan rinjani, akan tetapi hal ini menjadi berbanding terbalik saat beliau meresmikan kereta gantung pada groundbreaking project pembangunan kereta gantung di kawasan hutan rinjani, dengan tanpa adanya kejelasan “Detail Enginering Design (DED) dan Feasiblity Studies (FS) karena adanya alih fungsi kawasan hutan menjadi industri pariwisata berbasis kawasan di kawasan hutan rinjani yang tentunya akan mempertaruhkan perubahan ekologi dan bentang alam serta keanekaragaman hayati yang ada di kawasan hutan rinjani.

Kearifan lokal yang muncul dalam upaya pelestarian kawsan rinjani adalah adanya kesepakatan publik dengan munculnya Piagam Rinjani yang dideklarasikan juga merupakan bagian yang memberikan peringatan dan pemahaman kepada semua pihak terhadap tata kelola kawasan rinjani termasuk pengelolaan kawasan hutan rinjani agar dikelola dengan kearifan lokal dan terus menjaga kelestariannya.

“Tentunya tidak menciptakan keterancaman matinya kawasan hutan rinjani sebagaimana fungsinya sebagai kawasan hutan yang akan memberikan kontribusi untuk rakyat dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan agar rakyat mendapatkan lingkungan yang hidup dan sehat,” ungkapnya.***

banner 336x280
banner 120x600
  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published.

%d bloggers like this: